Tuesday, October 28, 2008

Mengurai Masalah Korupsi

Qolallhohu Ta’ala fil Qur’anil adzim :

$¨B tb%x. JptèC !$t/r& 7‰tnr& `ÏiB öNä3Ï9%y`Íh‘ `Å3»s9ur tAqß™§‘ «!$# zOs?$yzur z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# 3 tb%x.ur ª!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« $VJŠÎ=tã Jamaah Jum'at rahimakumullah,
Sedoyo puji namung Kagunganipun Allah SWT, Rabb ingkang sampun paring ni’may iman lan hidayah. Inggih namung Allah SWT piyambak Dzat ingkang haq dipun ibadahi. Mboten wonten sekutu anggenipun nyiptaaken makhluq, mboten mawi sekutu anggenipun peparing rezqi.
Sholawat sarto salam mugi katetepno dhumateng Nabi Muhamad Saw, ingkang sampun paring uswah hasanah mulai wonten ing babagan tata aturan pangibadahan dumugi ing tata aturaning gesang kemasyarakatan.
Pramilo sampun dados kewajiban kita midherek dhawuhipun Allah soho Rosulipun, sarta nebihi punopo kemawon ingkang sampun dipun awisi. Jamaah Jum'at rahimakumullah,
Negeri kita ibarat ’surga’ kangge poro koruptor. Tindakan haram korupsi seolah-olah sampun dados ’kebiasaan’ sebagian pejabat. Korupsi sampun merajalela kanthi nilai ingkang sampun mboten saget dipun etang agengipun.
Soyo emanipun poro pejabat penegak hukum ingkang kedahipun mbrasto malah dados ‘backing’ koruptor. Kadenanganipun ‘main mata’ aparat Kejaksaan Agung kaliyan Artalyta sampun mbongkar kebobrokan aparat penegak hukum ing Indonesia. Kejaksaan Agung ingkang dipun tugasi amanah mbrasto korupsi ing negeri puniko malah ngangge ‘dolanan’ perkawis korupsi kelas kakap.
Kanthi ketangkepipun Ketua Tim Penyelidikan kasus BLBI Urip Tri Gunawan tertangkap basah dening KPK pada 2 Maret 2008 saweg nampi suap 660 ribu Dollar ing griyanipun Syamsul Nursalim, salah setunggaling obligor besar BLBI (Jawapos 3/3/08), akhiripu kito mangertos bilih mekdalipun SP3 (penghentian penyelidikan) perampokan harta negari lewat BLBI dening Samsul Nursalim ing BDI ingkang ngrugekaken negari Rp. 431,6 Trilyun, pranyoto puniko ‘buah karya’ aparat kejaksaan piyambak. Mboten tanggung – tanggung, jual beli perkara lan ‘backing aparat’ puniko nglibataken Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Untung Uji Santoso, lan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto. Tiyang tigo puniko dipun sebat-sebat wonten ing rekaman telepon terdakwa Artalyta kaliyan petinggi kejaksaan (Liputan6.com, 16/6/2008). Elokipun kawaos ing surat kabar dhek enjang (Republika Jum’at 18/7/08) Artalita kaliyan Urip taksih saget koordinasi urusan persidangan !?Jamaah Jum'at rahimakumullah,

Akar Masalah
Gaji yang rendah kerap dituding sebagai penyebab utama merajalelanya korupsi di Indonesia. Namun, studi Bank Dunia membantah argumen tersebut. Deon Filmer (Bank Dunia) dan David L Lindauer (Wellesley College) dalam World Bank Working Paper No. 2226/2001 yang berjudul, “Does Indonesia Have a Low Pay Civil Service,” menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan pegawai negeri 42% lebih tinggi dibandingkan dengan swasta. (Media Indonesia, 2/62001). Walhasil, gaji rendah yang selama ini dijadikan alasan semakin merajalelanya korupsi di Indonesia adalah tidak benar. Jika demikian, lalu apa penyebab korupsi?

Jika ditelesik lebih dalam, ada dua hal mendasar yang menjadi penyebab utama semakin merebaknya korupsi.
Pertama: mental aparat yang bobrok. Menurut www.transparansi.or.id, terdapat banyak karakter bobrok yang menghinggapi para koruptor. Di antaranya sifat tamak. Sebagian besar para koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya. Namun, karena ketamakannya, mereka masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak ini biasanya berpadu dengan moral yang kurang kuat dan gaya hidup yang konsumtif. Ujungnya, aparat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi.
Yang lebih mendasar lagi adalah tidak adanya iman Islam di dalam tubuh aparat. Jika seorang aparat telah memahami betul perbuatan korupsi itu haram maka kesadaran inilah yang akan menjadi self control bagi setiap individu untuk tidak berbuat melanggar hukum Allah. Sebab, melanggar hukum Allah, taruhannya sangat besar: azab neraka.
Kedua: kerusakan sistem politik dan pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah yang memberikan banyak peluang kepada aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk beramai-ramai melakukan korupsi. Peraturan perundang-undangan korupsi yang ada justru diindikasi ’mempermudah’ timbulnya korupsi karena hanya menguntungkan kroni penguasa; kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. (Transparansi.or.id)
Selain itu, menurut Sekretaris Jenderal KPK, M Syamsa Ardisasmita, saat ini kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, khususnya yang ditangani oleh KPK, lebih banyak mengusut kepala daerah. Salah satu faktor penyebabnya adalah mahalnya biaya politik untuk menjadi kepala daerah pada proses Pilkada. “Potensinya lewat Pilkada. Karena butuh political cost (biaya politik) tinggi,” kata Syamsa, di KPK. (Persda-network, 1/4/2008).
Mahalnya biaya politik ini memicu para gubernur, bupati, walikota bahkan bisa jadi presiden akan bekerja keras untuk ’mengembalikan’ modal politiknya yang selama kampanye telah dikeluarkan. Bukan hanya modalnya, ’keuntungan’ tentu akan diburu juga. Jika sudah demikian, para pejabat publik secara umum akan sangat kecil kemungkinannya memikirkan kesejahteraan rakyat. Mereka hanya akan memikirkan bagaimana mengembalikan modal dan keuntungan politik berikut modal tambahan untuk maju ke pentas pemilihan kepala daerah ataupun presiden berikutnya.
Walhasil, sistem politik dan pemerintahan yang ada saat ini memang telah memacu percepatan terjadinya korupsi.



Wahai Kaum Muslim:
Bukankah sudah terlihat begitu nyata, bahwa kerusakan telah merajalela dalam sistem dan orang (pejabat negara)? Kerusakan inilah yang kemudian memacu terjadinya korupsi, yang berujung pada kesengsaraan rakyat. Jika sistem dan orangnya saat ini telah terbukti menyengsarakan rakyat, apakah kita akan membiarkan sistem dan orangnya tetap memimpin negeri ini? Bukankah sudah saatnya kita menggantinya dengan sistem dan orang yang baik, sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah serta orang-orang yang berkepribadian islami yang senantiasa memegang amanah? Bukankah saatnya Indonesia kita berubah menjadi lebih baik?
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah memelihara dan mengurus (kepentingan) rakyat lalu meninggal, sementara ia menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan atasnya surga. (HR Muslim, Ahmad, dan ad-Darimi).

الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْم يُوقِنُونَ ٍ أَفَحُكْمَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS. Al Maidah 50).

No comments: