Sunday, October 25, 2009

Catatan FGD Pembelajaran HAM dan Syariah di Perguruan Tinggi Agama Islam



Sabtu, 24 Oktober 2009 di Jogjakarta Plaza
Catatan peserta acara Focus Group Discussion PSI-UII
Tema “Pembelajaran HAM dan Syariah di Perguruan Tinggi Agama Islam”
Penyelenggara Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia (PSI-UII) bekerjasama dengan Norwegian Centre for Human Rights (NCHR)

Dari slide Dr. Suparman Marzuki, Direktur PUSHAM UII
90% Dekan Fakultas Hukum di 35 Perguruan Tinggi di Indonesia yang pernah mengikuti Workshop HAM tidak memahami cakupan dan substansi HAM. Sebagian besar memahami HAM sebagai produk Barat, tidak sesuai dengan budaya Timur, tidak sejalan dengan agama, individual, dst.


Dari slide Dr. Marzuki Wahid, Direktur Utama Fahmina-institute, Staf Pengajar Fak. Syariah UIN Sunan Gunungjati Bandung dan Institute Studi IslamFahmina (ISIF) Cirebon, marzukiwahid@yahoo.com
Posisi HAM (Hak Asazi Manusia) dalam wacana keislaman masih debatale. Pro-kontra masih terjadi, utamanya dalam soal:
Hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk hak untuk keluar dari agama, dan hak untuk tidak beragama
Hak bebas memilih pasangan, termasuk hak untuk kawin dengan agama lain, dan hak kawin sejenis
Hak atas hidup, hukuman mati
Paling tidak ada 3 pandangan:
1. Pandangan pertama: HAM bukan bagian dari ajaran Islam

2. Pandangan kedua: HAM sebagai bagian dari ajaran dan pemikiran Islam

3. Pandangan ketiga: HAM sebagai bagian dari proses sejarah pemikiran dan peradaban Islam

Ada 23 poin tawaran pembaruan hukum keluarga Islam versi CLD-KHI, diantaranya:
Perkawinan bukanlah ibadah, tetapi akad sosial kemanusiaan (mu’amalah);
Pencatatan perkawinan oleh Pemerintah adalah rukun perkawinan;
Perempuan bisa menikahkan sendiri dan menjadi wali nikh;
Perempuan bisa menjadi saksi nikah;
Poligami dilarang (haram li ghairihi);
Perkawinan antaragama dibolehkan;
Istri memiliki hak talak dan rujuk sebagaimana suami;
Hak dan kewajiban suami dan istri setara;

Respon Publik:
Kelompok Pro CLD-KHI:
§ LSM-Perempuan (Komnas Perempuan, Jurnal Perempuan, LBH Apik Rahima, Fahmina, LKAJ, Kalyanamitra, Kapal Perempuan, Puan Amal Hayati, Rifka Annisa’, Fatayat NU, dll)
§ LSM HAM dan Pluralisme (JIL, ICIP, WI, ICRP, Madia, dll.)
Kelompok kritis atas politik formalisasi syari’at Islam
Pro demokrasi, HAM, pluralisme dan gender
Kelompok Kontra CLD-KHI:
§ Majelis Ulama Indonesia
§ Majelis Mujahidin Indonesia
§ Front Pembela Islam
§ Hizbut Tahrir (Indonesia)
§ Dewan Dakwah islamiyyah Indonesia
§ Forum Umat islam
§ Forum Ulama Umat islam, dll.
Kelompok pendukung politik formalisasi syari’at Islam
Kritis atas demokrasi, HAM, pluralisme & gender dari Barat


Komentar-komentar yang ekstrim, pujian:
Ulil Abshar-Abdalla:
”Naskah CLD-KHI sangat radikal untuk masyarakat Indonesia dan juga negara-negara Islam, bahkan dunia. Jika DPR menyetujui CLD-KHI sebagai UU, maka ini merupakan revolusi hukum Islam yang sangat signifikan.”
Nurul Arifin:
”CLD-KHI adalah sesuatu yang revolusioner, sebuah upaya untuk menanamkan semangat kesetaraan gender dan pluralisme yang harus dimulai sejak sekarang.”
Moeslim Abdurrahman:
”CLD-KHI adalah bagian dari ijtihad kolektif tentang hukum Islam yang disesuaikan dengan perubahan sosial di Indonesia dewasa ini.”

Komentar-komentar yang ekstrim, celaan:
Ali Musyafa Ya’kub:
”Ini hukum Iblis, jika diikuti kita bisa menjadi murtad”
Majalah Hidayatullah:
”Komunis (Kompilasi Hukum Non-Islam)”
Mas Ahmad Subadar:
”CLD-KHI ini hukumnya wajib dilanggar”
Athian:
”Hanya berdasarkan pada gender, demokrasi, pluralisme dan HAM, tidak masuk akal menyebut CLD sebagai hukum Islam. Kalau menyebut hukum Islam tentu harus mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah. CLD-KHI bukanlah kompilasi hukum Islam, melainkan kompilasi hukum syetan”
Mohammad Thalib:
”Ini adalah bagian dari zionisme internasional yang memang berkeinginan untuk menghancurkan semua agama sebagai rekomendasi Kongres 1947 di Los Angeles.”
Nabilah Lubis, Profesor Sejarah islam dari UIN Jakarta:
”CLD-KHI bukan menggunakan pendekatan hukum Islam, namun menggunakan pendekatan ideologi sekuler,”
”Pemikiran CLD-KHI seperti sel kanker yang sangat berbahaya karena tampil dalam wujud cara berfikir atau pandangan ideologis beserta langkah politis praktis untuk menghancurkan keterikatan umat islam pada Al Qur’an dan al-Hadits”
Huzaemah Tahido Yanggo, Professor Hukum islam dari UIN Jakarta:
”CLD-KHI bertentangan dengan maqashid al-syari’ah atau penegakan nilai serta prinsip keadilan sosial, kemaslahatan umat manusia, kerahmatan semesta, dan kearifan gender. Artinya, CLD-KHI telah merusak ajaran islam sendiri”

Dari makalah Prof. Abdul Munir Mulkan, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anggota Komnas HAM:
Komunitas Muslim cenderung berbeda-beda dalam memandang dan meletakkan HAM dalam perpeltif keber-Islam-annya. Hal itu ditentukan cara pandangnya tentang esensi ajaran antara bentuk legal-formal dalam konstruksi syariah, dan fungsi hakiki (substantif) ajaran. Cara pandang legal sesuai karakternya, bersifat eksklusif bahwa hak (kebenaran) itu jelas dan tunggal tak berbagai tidak dapat disepadankan dan disandingkan dengan batil. Sementara fungsi hakiki ajaran itu bersifat inklusif meletakkan kaluhuran kemnusiaan universal sebagai nilai hakiki ajaran yang kompatibel dengan pengalaman budaya banyak bangsa di sepanjang sejarah.
Paling kurang ada tiga cara pandang tentang relasi Islam (syariah) dan HAM, terutama berkaitan dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Tiga cara pandang itu adalah sebagai berikut:
Pertama, menolak segala bentuk kebebasan beragama yang diusung komisi HAM dengan alasan karena merupakan intervensi bangsa-bangsa Barat yang sekuler dan anti agama yang menggantikan syariah dengan humanisme.
Kedua, menerima prinsip kebebasan berdasar HAM, terbatas berlaku bagi mereka yang berpindah menjadi muslim.
Ketiga, menerima kebebasan beragama dalam HAM karena beragama atau tidak beragama adalah pilihan sadar setiap orang yang diberikan Tuhan kepada seluruh umat manusia. Secara substantif nilai-nilai kemanusiaan dalam HAM itu paralel dengan nilai hakiki ajaran Islam (syariah)